Minggu, 23 Februari 2014

KEPMENAG RI NO: 73TAHUN 2011 (PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBAYARAN TUNJANGAN PROFESI



http://www.sjdih.depkeu.go.id/fulltext/2010/164%7EPMK.05%7E2010Per_files/image002.jpg


KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 73 TAHUN 2011
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBAYARAN TUNJANGAN PROFESI DAN
BANTUAN TUNJANGAN PROFESI GURU/PENGAWAS
DALAM BINAAN KEMENTERIAN AGAMA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA

Menimbang   :   a.  bahwa dalam rangka mewujudkan kepastian hukum dan tertib administrasi dalam pelaksanaan pembayaran tunjangan profesi dan bantuan tunjangan profesi guru/pengawas dalam binaan Kementerian Agama diperlukan pedoman;
                                b.  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana huruf a perlu menetapkan Keputusan Menteri Agama tentang Pedoman Pelaksanaan Pembayaran Tunjangan Profesi dan Bantuan Tunjangan Profesi Guru/Pengawas dalam Binaan Kementerian Agama;
Mengingat      :   1.  Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);
                                2.  Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4941);
                                3.  Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi Guru (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5016);
                                4.  Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 72 Tahun 2008 tentang Tunjangan Profesi Bagi Guru Tetap Bukan Pegawai Negeri Sipil yang Belum Memiliki Jabatan Fungsional Guru;
                                5.  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.05/2010 tentang Tata Cara Pembayaran Tunjangan Profesi Guru dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru dan Dosen, serta Tunjangan Kehormatan Profesor;
                                6.  Peraturan Menteri Agama Nomor 10 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 592);
MEMUTUSKAN
Menetapkan  :   KEPUTUSAN MENTERI AGAMA TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBAYARAN TUNJANGAN PROFESI DAN BANTUAN TUNJANGAN PROFESI GURU/ PENGAWAS DALAM BINAAN KEMENTERIAN AGAMA.
KESATU            :   Menetapkan Pedoman Pelaksanaan Pembayaran Tunjangan Profesi dan Bantuan Tunjangan Profesi Guru/Pengawas dalam Binaan Kementerian Agama, sebagaimana tercantum dalam Lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan ini.
KEDUA              :   Keputusan Menteri ini merupakan pedoman bagi para pejabat dalam melaksanakan pembayaran tunjangan profesi dan bantuan tunjangan profesi guru/pengawas dalam binaan Kementerian Agama.
KETIGA             :   Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 5 Mei 2011
a.n.MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA
SEKRETARIS JENDERAL


BAHRUL HAYAT, Ph.D


LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 73 TAHUN 2011
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBAYARAN TUNJANGAN PROFESI DAN
BANTUAN TUNJANGAN PROFESI GURU/PENGAWAS
DALAM BINAAN KEMENTERIAN AGAMA
I.           PENDAHULUAN
A.      Dasar Hukum
1.    Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586).
2.    Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4941).
3.    Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi Guru (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5016).
4.    Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 72 Tahun 2008 tentang Tunjangan Profesi Bagi Guru Tetap Bukan Pegawai Negeri Sipil yang Belum Memiliki Jabatan Fungsional Guru.
5.    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.05/2010 tentang Tata Cara Pembayaran Tunjangan Profesi Guru dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru dan Dosen, serta Tunjangan Kehormatan Profesor.
6.    Peraturan Menteri Agama Nomor 10 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 592).
B.      Pengertian
1.    Tunjangan profesi guru adalah tunjangan yang diberikan kepada guru berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memiliki sertifikat pendidik.
2.    Bantuan tunjangan profesi guru adalah subsidi tunjangan yang diberikan kepada guru berstatus Bukan Pegawai Negeri Sipil (Non-PNS) yang memiliki sertifikat pendidik.
C.      Tujuan
Pemberian tunjangan profesi dan bantuan tunjangan profesi bertujuan untuk meningkatkan motivasi, profesionalisme, dan kinerja, serta kesejahteraan guru dalam rangka meningkatkan kualitas proses belajar-mengajar dan prestasi belajar peserta didik.
II.         KRITERIA DAN PERSYARATAN
A.      Kriteria Penerima
1.    Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memangku jabatan fungsional :
a)      Pengawas Pendidikan Agama;
b)      Pengawas Rumpun (Pengawas RA dan Madrasah);
c)       Guru pada RA dan Madrasah;
d)      Guru agama pada sekolah; dan
e)      Guru pada satuan pendidikan formal lainnya dalam binaan Kementerian Agama.
2.    Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil (GBPNS) yang meliputi :
a)      Guru pada RA dan Madrasah;
b)      Guru agama pada Sekolah; dan
c)       Guru pada satuan pendidikan formal lainnya dalam binaan Kementerian Agama.
B.      Persyaratan
1.    Memiliki Sertifikat Pendidik;
2.    Memiliki Nomor Registrasi Guru (NRG) dari Kementerian Pendidikan Nasional;
3.    Aktif melaksanakan tugas sebagai guru atau pengawas;
4.    Mengajar, melakukan tugas bimbingan, atau melakukan pengawasan sesuai dengan Sertifikat Pendidik yang dimilikinya;
5.    Memenuhi beban kerja sebagaimana ditetapkan oleh Direktorat Jenderal terkait;
6.    Berusia paling tinggi 60 (enam puluh) tahun; dan
7.    Ditetapkan sebagai guru professional oleh Direktur Jenderal yang terkait atau pejabat yang ditunjuk.
III.       BESARAN TUNJANGAN PROFESI DAN BANTUAN TUNJANGAN PROFESI GURU/PENGAWAS
A.      Tunjangan Profesi dan Bantuan Tunjangan Profesi Guru/Pengawas
1.    Guru PNS dan Pengawas diberikan tunjangan sebesar gaji pokok per bulan.
2.    Guru Bukan PNS diberikan bantuan tunjangan profesi setara dengan kualifikasi akademik, pangkat, dan masa kerja yang berlaku bagi guru PNS.
3.    Guru Bukan PNS yang belum disetarakan dengan kualifikasi akademik, pangkat, dan masa kerja yang berlaku bagi guru PNS diberikan bantuan tunjangan profesi sebesar Rp. 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah) per bulan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4.    Tunjangan profesi dan bantuan tunjangan profesi guru/pengawas dibayarkan mulai bulan Januari tahun berikutnya, terhitung sejak tanggal yang bersangkutan dinyatakan lulus ujian sertifikasi guru sebagaimana yang tercantum dalam sertifikat pendidik dan memperoleh NRG.
5.    Guru yang memperoleh sertifikat pendidik sebelum tahun 2008, tunjangan profesi atau bantuan tunjangan profesinya dibayarkan terhitung mulai tanggal 1 Januari 2008.
B.      Terhadap tunjangan profesi guru bagi PNS dan GBPNS dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dengan tarif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


IV.       PENGHENTIAN PEMBAYARAN TUNJANGAN
A.      Pembayaran tunjangan profesi dan bantuan tunjangan profesi guru/pengawas dihentikan apabila guru/pengawas yang bersangkutan:
1.    Meninggal dunia;
2.    Memasuki usia 60 (enam puluh) tahun atau pensiun;
3.    Berhalangan tetap sehingga tidak dapat menjalankan tugas sebagai guru;
4.    Beralih tugas atau mutasi dari jabatan fungsional guru/pengawas ke jabatan lain;
5.    Tidak lagi menjalankan tugas sebagai guru/pengawas di Kementerian Agama;
6.    Tidak memenuhi beban kerja minimal yang ditentukan; dan
7.    Tidak lagi memenuhi kriteria dan persyaratan yang diatur dalam ketentuan ini.
B.      Penghentian pembayaran tunjangan profesi atau bantuan tunjangan profesi guru/pengawas dinyatakn dengan Surat Keputusan dari Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota atau Kepala Satuan Kerja lainnya yang menjadi pelaksana pembayaran tunjangan profesi.
V.         SUMBER DANA
A.      Sumber dana untuk pembayaran tunjangan profesi dan bantuan tunjangan profesi guru/pengawas bagi guru PNS yang satuan administrasi pangkatnya Madrasah Negeri, dibebankan kepada Daftar Isian Pelaksanan Anggaran (DIPA) Madrasah Negeri yang bersangkutan.
B.      Sumber dana untuk pembayaran tunjangan profesi dan bantuan tunjangan profesi guru/pengawas selain sebagaimana dimaksud huruf a dibebankan kepada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi.
VI.       PROSEDUR PEMBAYARAN
C.      Pembayaran tunjangan profesi dan tunjangan profesi guru/pengawas ditetapkan oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada masing-masing Satuan Kerja (satker) yang terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
D.      Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota dan Kepala Madrasah Negeri wajib melakukan verifikasi terhadap usulan dan kelengkapan berkas pengajuan pembayaran tunjangan profesi dan bantuan tunjangan profesi guru/pengawas dengan berpedoman pada kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka II.
E.       Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota dan Kepala Madarasah Negeri melakukan pembayaran tunjangan profesi dan bantuan tunjangan profesi guru/pengawas berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.05/2010 tentang Tata Cara Pembayaran Tunjangan Profesi Guru dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru dan Dosen, serta Tunjangan Kehormatan Profesor.
F.       Dalam hal terdapat tunggakan atau kekurangan bayar atas tunjangan profesi atau bantuan tunjangan profesi guru/pengawas pada tahun lalu, pembayaran dapat diberikan sepanjang pagu DIPA tersedia (termasuk DIPA pada APBN-P) tanpa melakukan revisi DIPA tahun berjalan.
G.     Dalam hal terdapat kekurangan bayar atas tunjangan profesi dan bantuan tunjangan profesi guru/pengawas yang diakibatkan adanya kenaikan pangkat, kenaikan gaji berkala dan/atau inpassing, pembayaran dapat diberikan sepanjang pagu DIPA tahun berjalan tersedia.
H.      Pembayaran tunjangan profesi dan bantuan tunjangan profesi guru/pengawas dapat diberikan secara bertahap atau setiap bulan sesuai kondisi masing-masing satuan kerja.
I.        Pembayaran tunjangan profesi guru dan bantuan tunjangan profesi guru/pengawas tidak menghalangi guru untuk menerima tunjangan kependidikan (fungsional), bantuan tunjangan fungsional, bantuan tunjangan khusus, dan tunjangan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
J.        Permohonan pembayaran tunjangan profesi diajukan kepada Pejabat Pembuat Komitmen dengan melampirkan:
1.    Fotocopy Kenaikan Gaji Berkala atau dokumen lain yang secara sah menunjukkan gaji terakhir (bagi PNS);
2.    Fotocopy Sertifikat Pendidik yang dilegalisasi LPTK/PT yang menerbitkannnya (khusus untuk pembayaran pada tahun pertama);
3.    Asli Surat Keterangan telah memenuhi Beban Kerja (SKBK) dengan ketentuan sebagai berikut :
a)      Guru PNS yang satuan administrasi pangkalnya Madrasah Negeri, SKBK diterbitkan oleh Kepala Madarasah Negeri yang bersangkutan.
b)      Guru selain sebagaimana dimaksud pada huruf a) SKBK diterbitkan oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota.
c)       SKBK diterbitkan untuk setiap enam bulan (satu semester) atau sesuai dengan kalender akademik yang berlaku.
d)      Dalam hal guru yang bersangkutan mengajar di beberapa madrasah/sekolah SKBK diterbitkan berdasarkan Surat Keterangan Menjalankan Tugas (SKMT) yang diterbitkan oleh Kepala Satuan pendidikan Formal yang bersangkutan dan diketahui oleh pengawas.
4.    Fotocopy buku rekening bank yang masih berlaku.
VII.     LAPORAN DAN EVALUASI
A.      Pelaksanaan pembayaran tunjangan profesidan bantuan tunjangan profesi guru/pengawas harus dilakukan secara transparan dan akuntabel. Pemantaun dan evaluasi terhadap pelaksanaannya dilakukan secara berjenjang untuk menjamin bahawa pemberian bantuan ini tepat sasarn, waktu, jumlah dan tepat penggunaan. Yang dimaksud tepat penggunaan dalam hal ini adalah bahwa tunjangan profesi dan bantuan tunjangan profesi guru/pengawas berdampak pada tercapainya tujuan profesi dan bantuan tunjangan profesi guru/pengawas.
B.      Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota dan Satuan Kerja lainnya yang menjadi pelaksana pembayaran tunjangan profesi dan bantuan tunjangan profesi guru/pengawas, melalui koordinasi dan konsultasi dengan Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi wajib membuat perecanaan anggaran yang cermat agar semua guru/pengawas yang telah memenuhi syarat dapat menerima tunjangan profesi/bantuan tunjangan profesi yang menjadi haknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, termsuk tunggakan atau kekurangan bayar atas tunjangan profesi atau bantuan tunjangan profesi guru/pengawas sebagaimana dimaksud pada angka V huruf D dan E.
C.      Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota dan Satuan Kerja lainnya yang menjadi pelaksana pembayaran tunjangan profesi dan bantuan tunjangan profesi guru/pengawas wajib membuat laporan pelaksanaan secara periodic sesuai ketentuan yang berlaku. Laporan tersebut disampaikan kepada Direktorat Jenderal terkait melalui Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi, selambat-lambatnya dalam waktu 2 (dua) bulan setelah dana tunjangan profesi dan bantuan tunjangan profesi guru/pengawas selesai dibayarkan.
VIII.   PENUTUP
Pada saat Keputusan Menteri ini berlaku, Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Nomor: SJ/DJ.II/3/KP.00.3/933/2010 tanggal 18 Juni 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembayaran Tunjangan Profesi bagi Guru di Lingkuangan Kementerian Agama dinyatakan tidak berlaku.


a.n. MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA
SEKRETARIS JENDERAL


BAHRUL HAYAT, Ph. D

Jumat, 21 Februari 2014

PERMENDIKNAS NO 87 THN 2013 (PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI GURU PRAJABATAN)

SALINAN
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 87 TAHUN 2013
TENTANG
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI GURU PRAJABATAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 10 Ayat 1 Undangundang
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi guru
meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
sosial, kompetensi kepribadian, dan kompetensi
profesional yang diperoleh melalui pendidikan
profesi;
b. bahwa berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru,
sertifikat pendidik bagi guru diperoleh melalui
program pendidikan profesi yang diselenggarakan
oleh perguruan tinggi yang memiliki program
pengadaan tenaga kependidikan yang
terakreditasi, baik yang diselenggarakan oleh
Pemerintah maupun masyarakat, dan ditetapkan
oleh Pemerintah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan tentang Program Pendidikan Profesi
Guru Prajabatan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara
Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4301);
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen (Lembaran Negara Tahun 2005
Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4586);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran
Negara Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4496) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor
32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan Pendidikan (Lembaran Negara Tahun
2013 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 5410);
2
4. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian
Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 91 Tahun 2011 tentang
Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian
Negara;
5. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009
mengenai Kabinet Indonesia Bersatu II
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 60/P Tahun 2013;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN TENTANG PROGRAM PENDIDIKAN
PROFESI GURU PRAJABATAN.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Pendidikan profesi adalah pendidikan tinggi setelah program sarjana yang
mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan
persyaratan keahlian khusus.
2. Program Pendidikan Profesi Guru Prajabatan yang selanjutnya disebut
program PPG adalah program pendidikan yang diselenggarakan untuk
mempersiapkan lulusan S1 Kependidikan dan S1/DIV Nonkependidikan
yang memiliki bakat dan minat menjadi guru agar menguasai kompetensi
guru secara utuh sesuai dengan standar nasional pendidikan sehingga
dapat memperoleh sertifikat pendidik profesional pada pendidikan anak
usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
3. Lembaga pendidikan tenaga kependidikan adalah perguruan tinggi yang
diberi tugas oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan program pengadaan
guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan
dan mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan.
4. Matrikulasi adalah sejumlah matakuliah yang wajib diikuti oleh peserta
program PPG yang sudah dinyatakan lulus seleksi untuk memenuhi
kompetensi akademik bidang studi dan/atau kompetensi akademik
kependidikan sebelum mengikuti program PPG.
5. Pengayaan bidang studi adalah kegiatan pemantapan penguasaan materi
bidang studi yang dilaksanakan secara terpadu dalam kegiatan PPG.
6. Pedagogik khusus bidang studi adalah kegiatan yang memberikan
pengalaman kepada calon guru untuk mengembangkan perangkat
pembelajaran yang komprehensif, mencakup rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP), bahan ajar, media pembelajaran, evaluasi, dan lembar
kerja siswa (LKS).
7. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
8. Menteri adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
9. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi.
10. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten,
atau Pemerintah Kota.
3
Pasal 2
Tujuan program PPG:
a. untuk menghasilkan calon guru yang memiliki kompetensi dalam
merencanakan, melaksanakan, dan menilai pembelajaran;
b. menindaklanjuti hasil penilaian dengan melakukan pembimbingan, dan
pelatihan peserta didik; dan
c. mampu melakukan penelitian dan mengembangkan profesionalitas secara
berkelanjutan.
Pasal 3
(1) Program PPG diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki
lembaga pendidikan tenaga kependidikan yang memenuhi persyaratan dan
ditetapkan oleh Menteri.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:
a. memiliki program studi kependidikan strata satu (S1) yang:
1. sama dengan program PPG yang akan diselenggarakan;
2. terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BANPT)
dengan peringkat paling rendah B;
3. memiliki dosen tetap paling sedikit 2 (dua) orang berkualifikasi
doktor (S3) dengan jabatan akademik paling rendah Lektor, dan 4
(empat) orang berkualifikasi Magister (S2) dengan jabatan akademik
paling rendah Lektor Kepala berlatar belakang pendidikan sama
dan/atau sesuai dengan program PPG yang akan diselenggarakan,
paling sedikit salah satu latar belakang strata pendidikan setiap
dosen tersebut adalah bidang kependidikan.
b. memiliki sarana dan prasarana yang mendukung penyelenggaraan
program PPG, termasuk asrama mahasiswa sebagai bagian integral
dalam proses penyiapan guru profesional;
c. memiliki rasio antara dosen dengan mahasiswa pada masing-masing
program studi sesuai SPMI;
d. memiliki program peningkatan dan pengembangan aktivitas
instruksional atau yang sejenis dan berfungsi efektif;
e. memiliki program dan jaringan kemitraan dengan sekolah-sekolah mitra
terakreditasi paling rendah B dan memenuhi persyaratan untuk
pelaksanaan program pengalaman lapangan (PPL);
f. memiliki laporan evaluasi diri dan penjaminan mutu berdasar fakta,
paling sedikit 2 (dua) tahun terakhir.
(3) Dalam hal belum ada program studi yang terakreditasi atau yang sesuai
dengan mata pelajaran di satuan pendidikan dasar dan menengah, Menteri
dapat menetapkan perguruan tinggi penyelenggara PPG untuk
bekerjasama dengan perguruan tinggi yang memiliki sumber daya yang
relevan dengan program studi tersebut.
(4) Dalam hal tidak ada LPTK yang menyelenggarakan program studi tertentu
yang diperlukan, Menteri dapat menetapkan LPTK sebagai penyelenggara
PPG untuk bekerja sama dengan perguruan tinggi/fakultas yang memiliki
program studi yang sama dengan bidang studi tersebut dan terakreditasi
paling rendah B.
(5) Dalam hal di wilayah tertentu tidak terdapat LPTK yang memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menetapkan LPTK
yang memenuhi syarat sebagai LPTK induk penyelenggara PPG untuk
bekerja sama dengan LPTK tersebut sebagai LPTK mitra.
4
(6) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Keputusan Direktur Jenderal.
Pasal 4
(1) Penetapan LPTK sebagai penyelenggara program PPG didasarkan atas hasil
evaluasi yang dilakukan secara objektif dan komprehensif.
(2) Penetapan LPTK sebagai penyelenggara program PPG oleh Menteri berlaku
untuk kurun waktu 3 (tiga) tahun.
(3) LPTK penyelenggara program PPG dievaluasi secara berkala oleh tim yang
ditugaskan Direktur Jenderal.
Pasal 5
Bidang keahlian yang ditempuh peserta didik pada program PPG harus sesuai
dengan jenjang pendidikan serta mata pelajaran yang akan diampu.
Pasal 6
(1) Kualifikasi akademik calon peserta didik program PPG adalah sebagai
berikut:
a. S1 Kependidikan yang sesuai dengan program pendidikan profesi yang
akan ditempuh;
b. S1 Kependidikan yang serumpun dengan program pendidikan profesi
yang akan ditempuh;
c. S1/DIV Nonkependidikan yang sesuai dengan program pendidikan
profesi yang akan ditempuh;
d. S1/DIV Nonkependidikan serumpun dengan program pendidikan
profesi yang akan ditempuh;
e. S1 Psikologi untuk program PPG pada PAUD atau SD.
(2) Calon peserta program PPG yang memiliki kualifikasi akademik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf e harus
mengikuti dan lulus matrikulasi.
Pasal 7
(1) Seleksi penerimaan peserta didik program PPG dilakukan oleh LPTK
penyelenggara.
(2) Hasil seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh LPTK
penyelenggara kepada Direktur Jenderal.
Pasal 8
(1) Kuota peserta didik program PPG secara nasional ditetapkan Menteri.
(2) Menteri dapat menugaskan kepada Direktur Jenderal untuk atas nama
Menteri menetapkan kuota peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
(3) LPTK dilarang menerima peserta didik program PPG di luar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Peserta didik program PPG diberi nomor induk mahasiswa oleh LPTK dan
dilaporkan kepada Direktur Jenderal.
Pasal 9
(1) Struktur kurikulum program PPG berisi lokakarya pengembangan
perangkat pembelajaran, latihan mengajar melalui pembelajaran mikro,
pembelajaran pada teman sejawat, dan Program Pengalaman Lapangan
(PPL), dan program pengayaan bidang studi dan/atau pedagogi.
5
(2) Sistem pembelajaran pada program PPG mencakup lokakarya
pengembangan perangkat pembelajaran dan program pengalaman
lapangan yang diselenggarakan dengan pemantauan langsung secara
intensif oleh dosen pembimbing dan guru pamong yang ditugaskan khusus
untuk kegiatan tersebut.
(3) Lokakarya pengembangan perangkat pembelajaran dan program
pengalaman lapangan dilaksanakan dengan berorientasi pada pencapaian
kompetensi merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, menindaklanjuti hasil penilaian, serta
melakukan pembimbingan dan pelatihan.
Pasal 10
(1) Beban belajar program PPG ditetapkan berdasarkan latar belakang
pendidikan/keilmuan peserta didik program PPG dan satuan pendidikan
tempat penugasan.
(2) Beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menjadi guru
pada satuan pendidikan TK/RA/TKLB atau bentuk lain yang sederajat bagi
lulusan S1PGTK dan PGPAUD, adalah 18 (delapan belas) sampai dengan
20 (dua puluh) satuan kredit semester.
(3) Beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menjadi guru
pada satuan pendidikan SD/MI/SDLB atau bentuk lain yang sederajat
bagi lulusan S1 PGSD adalah 18 (delapan belas) sampai dengan 20 (dua
puluh) satuan kredit semester.
(4) Beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menjadi guru
pada satuan pendidikan TK/RA/TKLB atau bentuk lain yang sederajat bagi
lulusan selain S1/D IV Kependidikan PGTK dan PGPAUD adalah 36 (tiga
puluh enam) sampai dengan 40 (empat puluh) satuan kredit semester.
(5) Beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menjadi guru
pada satuan pendidikan SD/MI/SDLB atau bentuk lain yang sederajat
bagi lulusan S1/DIV Kependidikan selain S1 PGSD adalah 36 (tiga puluh
enam) sampai dengan 40 (empat puluh) satuan kredit semester.
(6) Beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menjadi guru
pada satuan pendidikan TK/RA/TKLB atau bentuk lain yang sederajat dan
pada satuan pendidikan SD/MI/SDLB atau bentuk lain yang sederajat
yang berlatar belakang lulusan S1 Psikologi adalah 36 (tiga puluh enam)
sampai dengan 40 (empat puluh) satuan kredit semester.
(7) Beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menjadi guru
pada satuan pendidikan SMP/MTs/SMPLB atau bentuk lain yang sederajat
dan satuan pendidikan SMA/MA/SMALB/SMK/MAK atau bentuk lain
yang sederajat, baik lulusan S1/D IV Kependidikan maupun lulusan
S1/DIV Nonkependidikan adalah 36 (tiga puluh enam) sampai dengan 40
(empat puluh) satuan kredit semester.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai penjabaran beban belajar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (7) ke dalam distribusi mata
kuliah sesuai struktur kurikulum diatur oleh LPTK yang bersangkutan.
Pasal 11
(1) Uji kompetensi dilaksanakan oleh LPTK penyelenggara berkerja sama
dengan organisasi profesi.
(2) Uji kompetensi dilaksanakan di akhir program PPG.
(3) Peserta yang lulus uji kompetensi memperoleh sertifikat pendidik yang
dikeluarkan oleh LPTK.
6
Pasal 12
(1) Dosen pada program PPG memiliki kualifikasi pendidikan paling rendah
lulusan program Magister (S2), dan paling sedikit salah satu strata
pendidikan setiap dosen berlatar belakang bidang kependidikan sesuai
dengan tingkat dan bidang keahlian yang diajarkannya.
(2) Dosen pada program PPG kejuruan selain memiliki kualifikasi paling
rendah lulusan program Magister (S2), dan paling sedikit salah satu strata
pendidikan setiap dosen berlatar belakang bidang kependidikan, serta
diutamakan yang memiliki sertifikat keahlian sesuai dengan tingkat dan
bidang keahlian yang diajarkannya.
Pasal 13
Untuk menyiapkan program PPG, Pemerintah melaksanakan rintisan program
pendidikan profesi guru prajabatan pada beberapa LPTK yang ditetapkan.
Pasal 14
Sebutan profesional lulusan program PPG adalah guru yang penggunaan
dalam bentuk singkatan Gr ditempatkan di belakang nama yang berhak atas
sebutan profesional yang bersangkutan.
Pasal 15
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku program PPG yang
diselenggarakan berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 8
Tahun 2009 tentang Program Pendidikan Profesi Guru Prajabatan yang sedang
berjalan dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 8 Tahun 2009.
Pasal 16
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 8 Tahun 2009 tentang Program Pendidikan Profesi Guru
Prajabatan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 17
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Agustus 2013
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA,
TTD.
MOHAMMAD NUH
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Agustus 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
TTD.
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 1026
7
Salinan sesuai dengan aslinya.
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
TTD.
Muslikh, S.H.
NIP 195809151985031001

MOU POLRI DENGAN PGRI THN 2012

xxx
. PEDOMAN KERJA
ANTARA
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DENGAN
PERSATI,'AN GURU REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : B,l53lXUl2A12
NOMOR : 1 d)Ul,JM/PBlXXl2O12
TENTANG
MEKANISME PENANGANAN PERKARA DAN PENGAMANAN
TERHADAP PROFESI GURU
Jakarta, 27 Desember 2O12
2
DA,FTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Dasar
C. Maksud dan Tujuan
D. Ruang Lingkup
E. Tata Urut
F. pengertian
BAB II PENGGOLONGAN DAN KEDUDUKAN
BAB III PEDOMAN PENYELESIAN PELANGGARAN OLEH GURU
BAB IV PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM DAN
KEAMANAN
BAB V ADMINISTRASI DAN ANGGARAN
BAB VI PENUTUP
Halaman
3
4
5
5
-5
5
8
13
15
2A
20
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Pertumbuhan penduduk di lndonesia dewasa ini diiringi dengan
kurangnya pemahaman tentang reformasi dan demokrasi tentunya akan
menimbulkan berbagai macarn permasalahan yang berkembang baik
permasalahan sosial, politik, budaya, ekonomi dan lain sebagainya.
Ditambah dampak perkembangan teknologi maka permasalahan tersebut
akan semakin kompleks yang terjadi dalam kehidupan masyarakat kita
diantaranya adalah permasalahan antara guru dengan peserta didik dan
atau orang tua/wali dengan ditandai banyaknya guru yang dilaporkan
kepada Polri atas dugaan perbuatan pidana yang berkaitan dengan
profesi.
2 Permasalahan tersebut apabila kita telusuri merupakan akumulatif Cari
berbagai permasalahan yang ada berupa kurangnya komunikasi orang
tua dengan anak, kurangnya komunikasi orang tua/wali dengan guru,
kurangnya komunikasi guru dengan peserta didik, faktor ekonomi guru,
kepribadian anak (peserta did'k) yang lebih banyak dipengaruhi oteh
lingkungan dan dunia teknologi Ditambah peraturan sekolah yang tidak
jelas maka dapat menimbulkan perbuatan tindak pidana yang dilakukan
oleh guru dalam melaksanakan keprofesian yang disebabkan oleh tingkat
kepatuhan peserta didik dan atau kekurangsabaran guru (kekui'ang hatihatian)
serta tidak bijaksananya orang tua/wali.
Memperhatikan perkembangan permasalahan sosial -s6bagaimana
tersebut di atas maka akan menjadikan tantangan yang sangat besar bagi
profesi seorang guru sehingga memerlukan perhatian yang sangat seriu!
dan harus dicarikan solusi atau pemecahan masalah dengan konsepsi
yang jelas dan aplikatif. Kewibawaan seor3ng guru dimata peserta didik,
orang tua/wali dan atau dimata masyarakat pada umumnya perlu dijaga
ctan ditingkatkan kembali sehingga t<e oepan dapat menghisilkan sumblr
daya manusia yang berkualitas darr bermoral.
Lahirnya undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dogen (uuGD) telih memberikan pengakuan formar terhadap guru di
lndonesia sebagai jabatan profesi yang ditandai dengan peibaikan
kesejahteraan, perlindungan hukum, perrindungan profesi dan
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sertl perlindungan hak
atas kekayaan intelektual (HAKI) bagi mereka.
4.
5. Perlindungan ..
4
5 Perlindungan hukum dan keamanan sampai bagi guru datam menjarankan profesi sekarang berum ada rumusan atau pedoman kerja yang komprehensif
antara Guru d.asenh rpnogrgria. _terjadi kesimpang.iri.n dan kesarahpahaman perlu sehubung.an dengin har tersebut di atas maka dirumuskan pedoman reila y"ng-- r"rungkinkan terwujudnya perlindungan hukum, dan keamanan oagiprofesi guru, dan perrindungan atas Hak Kekayaan lntelel<tuat guru.
6 untuk mencapai tujuan tersebut di atas, Keporisian Negara Repubrik lndonesia merupakln arat negara yang berperan daram memerihara keamanan dan ketertiban ,-"ryrriL.[ mJnegakfan hukum, serta memberikan masyaraka, , perrindungan, pengayoman, dan petayanan kepada
undangan m9e:mLgbuann.t uti dmaek nmcaernikiging arki segara leraturan dan perundang- sofusi a"tau f,emecahan permasalahan guru sebagaimana tersebut di atas daram ,.rntf" ,urindungi pror""i b"rr.
Dasar
5.
6,
7
8.
9.
Undang-Undang Nomor g rahun 1gg1 tentang Kitab undang_Undang Hukum Acara pidana;
H:3:lffYlffl3r,Jo'o' 2 rahun zoo2 tentans Keporisian Nesara
Undang-Undang Nomor 20 rahun 2003 tentang sistem pendidikan
Nasional;
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang perrindungan Anak;
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen;
ffiX$il_"fiemerintah
Nomor 38 Tahun 1ss2 tentang Tenaga
Peraturan pemerintah Nomor 74Tahun200g tentang Guru;
i;fHt3[fl"['J"mor 14 rahun 2012 tentans Manajemen penyidikan
Nota Kesepahaman antara pB pGRr dengan porri Nomo r. Br3ilrzo12 dan Nomor: T0rumrpBtxxr?01.2\ tanigar - zo .tanuari- zolz tentang Perlindungan Hukum profesi Gurr. "'
C. Maksud.....
c.
5
Maksud dan Tujuan
1. Maksud
Maksud pedoman kerja ini dimaksudkan untuk Kesepahaman menindaklanjuti Nota antara potri dan pGRr gun" J sosiarisasikan kepada PARA prHAK daram rangka peraksanaa"n iirrinorngan hukum kepada profesiguru.
2 Tujuan
Tujuan pedoman kerja adalah agar proses perlindungan hukum kepada profesiguru dapat diraksanakan sluaix-naknya oieh plRA prnAr<. -
Ruang Lingkup
Pedoman Kerja ini meriputi beberapa har sebagaimana yang tercantum daram Nota Kesepahaman anta;'a porri dengan pGRr berupa perrindungan, dan keamanan profesi guru, sostalisasi kebijakan, tukar menukar informasi, serta pendidikan dan latihan.
Tata Urut
1 Pendahuluan
2. Penggolongan dan Kedudukan.
3. Pedoman penyelesaian pelanggaran Oleh Guru.
4' Pedoman peraksanaan perrindungan Hukum dan Keamanan.
5. AdministrasidanAnggaran.
b. Penutup.
D.
E.
)
F. Pengertian
Guna menyamakan p.ersepsi tentang istilah dalam pedoman kerja berikut penerapannya maka diberikan beberJpa pungurtrn untuk dipahami antara lain sebagai berikut :
1 Keporisian N."g?fu Repubrik
.
rndonesia yang seranjutnya disebut porri merupakan alat Negara yang berperan oaiam"memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hrrkum, serta memberikan perlindungan,. pengayoman, dan-pelay"n"n i"p"da masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri,
2. Persatuan.....
I
2.
6
Persatuan Guru Republik lndonesia yang selanjutnya disebut PGRI
adalah organlsasi profesi guru yang berfungsi untuk memajukan profesi,
meningkatkan kompetensi, karir, wawasan kependidikan, perlindungan
profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat (pasal 41
ayat (2)) dan benruenang menetapkan dan menegakkan kode etik guru,
memberikan bantuan hukum pada guru, memberikan perlindungan profesi
guru, melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru,
memajukan pendidikan nasional.
Dewan Kehormatan Guru lndonesia yang selanjutnya disebut DKGI
adalah perangkat kelengkapan organisasi PGRI yang dibentuk untuk
menjalankan tugas dalam memberikan saran, pendapat, pertirnbangan,
peniiaian, penegakkan, dan pelanggaran disiplin organisasi dan etika
profesi guru.
4. Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum yang selanjutnya disebut LKBH
adalah anak lembaga PGRI yang dibentuk untuk memberikan
perlindungan dan bantuan hukum bagi anggota PGRI.
Penasehat Hukum adalah seseorang yang memenuhi persyaratan yang
ditentukan oleh atau berdasar undang-undang untuk memberi bantuan
hukum.
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membrmbing, mengarahl<an, melatih, menilai, dan
mengevaluasi pese;'ta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Profesi adalah pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus.
Perbuatan adalah melakukan suatu tindakan.
Sengaja adalah suatu perbuatan yang memang dengan rnaksud dan niat
lebih dahulu.
10. Tidak Sengaja adalah perbuatan yang tidak dikehendaki, dengan tiada
maksud, tiada nrat lebih dahulu.
11. Tindak Pidana adalah suatu perbuatan melawan hukum berupa
kejahatan/pelanggaran yang diancam dengan hukuman pidana penjara,
kurungan/denda.
12. Pengaduan adalah pemberitahuan yang disertai permintaan oleh pihak
yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak
menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang
merugikannya.
o.
I
9
13. pengamanan ... ..
13
14
15
16,
17
,IB
19
20
7
Pengamanan adalah kegiatan yang dilakukan dalam rangka memberikan
perlindungan, pengayoman dan pelayanan terhadap penyelenggaraan
kegiatan proses pembelajaran dalam situasi tertentu kepada iekolah,
guru dan peserta didik.
Penindakan adalah tindakan hukum yang dilakukan setelah terjadi kasus
tindak pidana.
Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk memcari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
menentukan dapat tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang.
Penyelidik adalah pejabat Polri yang diberi wewenang oleh undangundang
untuk nrelakukan penyelidikan.
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang
tindak pidana yang terjadi dan guna rnenemukan tersangkanya.
Penyidik adalah pejabat Polri atau pejabat pegawai Negeri sipil tertentu
yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan
penyidikan.
lnformasi adalah data dan/atau keterangan tentang gejala atau kejadian
yang diduga berkaitan dengan perbuatan yang dilakt'kan oleh guru.
saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna
kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradiran tentang sujtu perkara
pidana yang didengan, dilihat dan atau dialami sendiri.
Keterangan. ahli adalah keterangan diberikan oleh seseorang yang
memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk memouat
terang suatu perkara pidana.
Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena
hak dan kewajiban berdasarkan Undang-Undang kepada pejabat yang
benvenang tentang telah atau sedang atau diduga akan-te4aciinyl
peristiwa pidana.
Koordinasi adalah upaya menyelaraskan kegiatan beberapa pihak kearah
sasaran yang sama demi kelancaran mencapaitujuan bersama.
PARA PIHAK adatah pihak-pihak yang terlibat didalam Nota
Kesepahaman yang terdiri lari pihak pertama (Kepala Kepolisian
Negara Republik lndonesia) dan pihak Kedua (Ketua umum pengurus
Besar Persatuan Guru Republik lndonesia)
BAB il ....
21
22
23.
24.
)
8
BAB II
PENGGOLONGAN DAN KEDUDUKAN
A. Penggolongan
1. Perbuatan guru yang tidak disengaja
Perbuatan guru yang tidak disengaja yang dapat mengakibatkan
tlmbulnya perbuatan tindak pidana menurut kesalahpahaman atau salah
pengertian dari pesefia didik dan atau orang tuafwali pada saat
melaksanakan tugas keprofesian antara lain adalah:
a Guru yang tidak menanyakan kesiapan kesehatan, kondisi fisik, dan
psikis kepada peserta didik sebelurn memulai proses pembelajaran,
tidak merupakan kesalahan guru karena kesiapan proses belajar
adalah tanggun3iawab orang tuarwari murid dan peserta didik;
b Guru menyentuh bagian badan peserta didik yang dianggap
pelecehan seksuar pada saat serangkaian kegiatan p-iu.
pembelajaran;
c Guru yang daram merakukan serangkaian kegiatan proses
pembelajaran, ranpa disengaja, alat/bahan praktik mengajarnya
mengenai bagian tubuh peserta didik yang mengakibatkan
cedera/luka;
d. Guru yang tidak sengaja mernberi penjerasan yang mengandung
nilai SARA dan poiitik tidak dianggap bersalah jika kemudian
dilakukan perbaikan atau pembetulan dari materi/referensi/bahan
ajar yang disampaikan dalam proses pembelajaran, dan
Perbuatan lain yang tidak disengala oleh guru yang dapat
menimbulkan perbuatan pidana menurut kesaiahpahaman atau
salah pengertian dari peserta didik dan atau orang tuarwari.
2. Perbuatan guru yang rawan menimbulkan tindak pidana
l::ly"5l^g:r: I.ns disensaja yans rawan mensakibatkan timbutnya uno.aK prcrana pada saat melaksanakan tugas keprofesian yang
disikapi sepihak dan ticak bijaksana oleh "p"o'n"
-peserta
oioit< oan atlu br"ng tua/wali/masyarakat, antar lain adalah:
Guru .....
h
9
Guru yang memberikan pengua tan (enforcement) dengan pundak, menepuk menepuk..punggung, berjabat tangan, Oan memegang kepala peserta didik sefanjang tiiak bert"-ntrng"; dengan "nila'i
budaya bangsa pada saaf serangkaian [egiatan proses
pembelajaran;
Guru yang memberi .sanksi kepada peserta didik berupa fisik maupun psikis sepanjang bertujuan untuk mendidik dah tidak
bermaksud mencederai pada saat serangkaian kegiatan proses
pembelajaran;
Guru yang melakukan tindakan menegakkan tata tertib sekolah yang
sudah disepakati oreh orang tuanviri, peserta didik, dan finai sekolah;
Guru dalam menjeraskan materi pemberajaran yang mengandung
unsur-unsur kesusilaan selama tidak menyimpang dari materi
pembelajaran;
Guru berhak membawa peraratan apapun serama tidak menyimpang
dari materi pembelajaran yang diajaikan;
Guru yang menjeraskan materi pemberajaran yang mengandung
unsur-unsur kesusilaan selama tidak menyimpang dari materi pembelajaran;
Guru yang mengadakan res/tambahan perajaran di sekorah maupun
di luar sekolah yang dapat menrmbulkan tindak pidana;
Guru yang membedakan memberikan hukuman pada muridnya, dan
Perbua.tan lain yang disengaja oreh guru yang rawan menimburkan
o?a::nb :a.1taqu" "o rfainndga k pidana apabita disiiapi iepiEar oreh peserta didik tua/wah.
3. Perbuatan guru yang disengaja
Perbuatan guru yang disengaja
perbuatan tindak pidana pada
antara lain atlalah
yang dapat mengakibatkan timbulnya
saat melaksanakan t'.rgas keprofesian
Guru yang dengan sengaja merakukan perbuatan tindak pidana
berupa penganiayaan kepada peserta didik pada saat dilaksanakan
serangkaian kegiatan proses pembelajaran;
b. Guru "....
g
10
.
Guru yang dengan sengaja melakukan perbuatan tindak pidana
berupa pelecehan seksual kepada peserta didik pada saat
dilaksanakan serangkaian kegiatan proses pembelajaran;
Guru yang dengan sengaja melakukan perbuatan tindak pidana
berupa perbuatan yang tidak menyenangkan kepada peserta didik
pada saat dilaksanakan serangkaian kegiatan pembelajaran;
Guru yang dengan sengaja melakukan perbuatan tindak pidana
berupa pencurian terhadap barang milik sekolah dan barang milik
peserta didik;
Guru yang dengan sengaja melakukan perbuatan tindak pidana
berupa pengrusakan terhadap barang milik sekolah dan barang milik
peserta didik;
Guru dengan sengaja menyuruh peserta didik untuk melakukan
perbuatan yang tergolong tindak pidana;
Guru dengan sengaja melakukan pungutan uang atau barang
kepada peserta didik di luar ketentuan sekolah, dan
Perbuatan lain yang dengan sengaja dapat menimbulkan perbuatan
tindak pidana pada saat kegiatan proses pembeiajaran.
Perbuatan guru dengan niat melakukan tindak pidana
Perbuatan guru yang disengaja yang dapat mengakibatkan timbulnya
perbuatan tindak pidana pada saat melaksanakan pekerjaan keprofesian
antara lain adalah.
Guru melakukan dan atau jual beli narkoba;
Guru melakukan perbuatan perjudian dan atau sebagai bandar
perjudian;
Guru bertindak sebagai mucikari; dan
Perbuatan tindak pidana yang lainnya sebagaimana yang diatur
dalam Perundang-Undangan.
4.
a.
d
5. Perbuatan .....
11
5. Perbuatan guru tidak disengaja yang dapat menimbulkan tindak
pidana
Guru yang tidak sengaja melakukan perbuatan tindak pidana yang tidak
berkaitan dengan profesinya, misalnya guru yang karena kelalaiannya
beikaitan dengan kecelakaan lalu lintas.
B. Kedudukan
Kepolisian Negara Republik lndonesia
a. Berdasarkan kewenangannya yang ditetapkan dalam Undang-
Undang dan peraturan-peraturan lainnya didalam penyelidikan dan
penyidikan terhadap guru yang melakukan perbuatan tindak pidana
menjadi wewenang Polri kecuali tindak pidana tertentu yang menjadi
kewenangan instansr lainnya.
b. Polri disamping menjadi penyidik dapat bertindak menjadi inisiator
dan atau mediator proses penyelesaian berupa perdamaian
terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh guru yang berkaitan
dengan profesi dengan niat dan tujuan untuk menjaga kehormatan
guru dimana proses penyelesaian tersebut dilandasi dengan tidak
ada paksaan dan saling memahami yang disepakati masing-rnasing
kedua belah pilrak.
Persatuan Guru Republik lndonesia
Persatuan Guru Republik lndonesia adalah organisasi profesi guru
yang 'berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan
kompetensi, karir, wawasan kependidikan, perlindungan profesi,
kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat dan bemenang
menetapkan dan menegakkan kode etik guru, memberikan bantuan
hukum pad3 guru, memberikan pertindungan profesi guru,
melakukan pbmbinaan dan pengembangan profesi guru, memaluran
pendidikan nasional.
Dewan Kehormatan Guru lndonesia adalah badan kerengkapan
organisasi yang mempunyai kewajiban dan tugas sebagai berikut.
1) DKGI mempunyai kewenangan untuk memeriksa dan
menetapkan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh guru
dalam melaksanakan tugas profesinya,
1.
2.
b.
2) Apabila .....
3.
12
2) Apabila tindakan guru benar-benar menyangkut pelanggaran
hukum dan tindakannya sedang dalam proses hukum, maka
keputusan DKGI ditunda sampai dengan keputusan hukum
tersebut.
3) Berkoordinasi dengan POLRI berupaya melakukan kajian
terhadap guru yang diduga melanggar tindak pidana yang
berkaitan dengan profesi sebelum dan selama proses
penyidikan
4) Apabila terjadi perbedaan penafsiran antara Polri (penyidik)
dengan DKGI tentang pemahaman tindak pidana yang
berkaitan dengan profesi guru maka akan dikoordinasikan
secara intensif guna kesamaan persepsi.
Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum adalah badan kelengkapan
organisasi PGRI yang mempunyai kewajiban dan tugas sebagai
berikut.
1) Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum PGRI wajib memberikan
bantuan penasehat hukum terhadap guru yang sedang
mengalami proses hukum yang berkaitan dengan profesi
7) Penasehat hukum tersebut dapat diberikan diluar dari LKBH
atau penasehat hukum lain yang disediakan oleh Polri
berdasarkan kemauan dan kesepakatan oleh guru yang
sedang mengalami proses hukum.
Kedudukan guru dalam proses hukum.
a. Penyidikan tindak pidana yang dilakukan terhadap guru tetap
berdasar kepada azas praduga tak bersalah dan guru tidak
mempunyai hak istimewa namun demikian:
1) Dalam 'rangka upaya paksa terhaCap guru, tidak dilakukan
dalam proses pembelajaran kecuali patut diduga terdapat
barang bukti yang ada padanya terhadap tindak pidana tertentu
(misalnya : narkoba) dan atau tindak pidana yang dapat
membahayakan keselamatan jiwanya.
2) Upaya .....
13
7l Upaya paksa yang dilakukan oleh Polri memperhatikan etika,
situasi, dan sosial hukum dalam rangka memberikan
perlindungan profesi dan keamanan guru'
b. Perbuatan tindak pidana yang tidak disengaja dan perbuatan yang
rawantimbulnyatindakpidanayangberkaitandenganprofesi,
prosespenyelesaianhukumnyadiutamakandenganperdamaian,
dalam rangka meniaga kewibawaan guru dengan tidak menyalahi
dan tetap berdasarkan peraturan perundang-undangan'
BAB III
PEDoMANPENYELESAIANPELANGGARANoLEHGURU
A. Pedoman Penyelesaian Pelanggaran Peraturan yang dilakukan Peserta
Didik.
1. Guru dapat memberikan sanksi kepada peserta didik sesuai dengan
tingkatpelanggarannya,baikmelanggarnormaagama'norma
kesusilaan, dan norma kesopanan, termasuk didalamnya berupa
peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan oleh pihak
sekolah,
2 Sanksi sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 1 dapat berupa
teguran danlatau peringatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman
yang bersifat mendidik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik Guru,
dan peraturan perundang-ltndangan;
Pelanggaran terhadap peraturan satuan pendidikan yang dilakukan oleh
peserta didik yang pemberian sanksinya berada di luar kewenangan
Guru, dilaporkan Guru kepada pemimpin satuan pendidikan;
Guru yang mengetahui secara langsung maupun tidak langsung peserta
didik yang rnelanggar peraturan perundang-undangan (tindak pidana)
segera melaporkan kepada pimpinan satuan pendidikan dan/atau
diteruskan kepada aparat penegak hukum;
Guru menyamakan persepsi tentang pemberian hukuman yang bersifat
mendidik sehingga tidak terjadi perbedaan pendapat, yang kemudian
disosialisasikan
4.
5
B. Pedoman .....
14
B Pedoman Penyelesaian Pelanggaran Kode Etik Guru.
1 Guru wajib melaksanakan Kode Etik Guru lndonesia dan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan profesi guru.
2. Kode Etik Guru lndonesia wajib dipahami sebagai norma dan asas
perilaku guru dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik,
anggota masyarakat, dan warga negara.
3. Kode Etik Guru lndonesia merupakan pedoman sikap dan perilaku
bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan
bermartabat yang dilindungi Undang-Undang.
4 Guru yang melakukan pelanggaran Kode Etik Guru lndonesia dapat
melakukan pembelaan diri dengan/atau tanpa bantuan organisasi profesi
guru danlatau penasihat hukum sesuai dengan jenis pelanggaran yang
dilakukan di hadaparr DKGI.
5. Keputusan yang ditetapkan oleh DKGI dalam penanganan pelanggaran
Kode Etik Guru lndonesia dinyatakan dengan jelas bersalah atau tidak
bersalah bagi guru.
6 Guru yang melanggar Kode Etik Guru lndonesia mendapat sanksi sesuai
peraturan yang berlaku.
7. Kode Etik Guru lndonesia sebagai seperangkat prinsip dan nornra moral
berfungsr melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru
dalam hubungannya dengan peserta didik, orang tualwali siswa, sekolah
dan rekan seprofesi, organisasi profesi, dan pemerintah sesuai dengan
nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika, dan kemanusiaan.
DKGI rnerekomendasikan pemberian sanksi tehadap guru yang
melakukan pelanggaran Kode Etik Guru lndonesia kepada badan
pimpinan organisasi sesuai tingkatannya.
Rekomendasi sanksi sebagaimana dimaksud pada angka (8) di atas,
merupakan upaya pembinaan kepada guru yang melakukan pelanggaran,
untuk menjaga harkat dan martabat profesiguru.
9.
BAB IV.....
15
BAB IV
PEDOMAN PELAKSANAAN
PERLINDUNGAN HUKUM DAN KEAMANAN
A. Perlindungan hukum dalam upaya paksa
1. Penyelidikan
PGRI berikut komponennya yang berkepentingan membantu penyidik
untuk dapat segera memperoleh informasi untuk menentukan saksi dan
tersangka serta barang bukti guna rnembuat terang suatu perkara tindak
pidana dimana penyelidikan yang dilakukan oleh Polri tersebut
mempertimbarrgkan hal-hal sebagai berikut:
a. waktu pada saat kegiatan proses pembelajaran;
b situasi dan tempat kegiatan proses pembelajaran; dan
c. menjaga harmonisasi antara guru dengan peserta didik.
Pemanggilan
Polri dalarn hal memanggil guru yang melakukan tindak pidana
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Dalam hal tindak pidana yang berkaitan dengan profesi.
1) Surat panggilan diberikan melalui kepala sekolah langsung.
2l Apabila kepala sekolah tidak ada di sekolah, surat panggilan
diberikan langsung kepada yang bersangkutan di sekolah.
3) Apabiia kepala sekolah dan yang bersangkutan tidak ada di
sekolah, surat panggilan dialamatkan kepada tempat tinggal
yang bersangkutan.
4l Apabila yang melakukan tindak pidana adalah kepala sekolah
maka surat panggilan diberikan melalui kepala dinas.
b. Dalam hal tindak pidana di luar profesi.
surat panggilan diberikan dan/atau dialamatkan kepada yang
bersangkutan.
apabila yang bersangkutan tidak berada di tempat, dititipkan
kepada RT/RW.
2_
1)
2)
3. Pemeriksaan ..
16
3. Pemeriksaan
Polri dalam hal melakukan pemeriksaan terhadap guru sebagai saksi atau
terlapor memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a Tindak pidana yang berkaitan dengan profesi
1) Pemeriksaan terhadap guru baik sebagai saksi maupun
terlapor diupayakan di kantor PGRI setempat atau di tempat
yang disepakati bersama antara DKGI/guru dengan penyidik,
dengan tidak menyalahi peraturan perundang-undangan.
2) Apabila situasi tidak memungkinkan maka pemeriksaan dapat
dilakukan di kantor Kepolisian.
b Tindak pidana di luar profesi
1) Pemeriksaan dilakukan di kantor Kepolisan.
2) Apabila situasi tidak memungkinkan pemeriksaan dapat
dilakukan menurut penilaian penyidik.
4. Penggeledahan
Polri di dalam melakukan penggeledehan terhadap guru yang sedang
melaksanakan kegiatan proses pembelajaran dilaksanakan dengan
memperhatikan:
a. Tindak pidana yang berkaitan dengan profesi.
1) Penggeledahan terhadap guru, tidak dilakukan pada saat
proses kegiatan pembelajaran.
2) Penggeledahan terhadap guru wanita dilakukan oleh polisi
wanita, didampingi guru wanita, atau warga masyarakat yang
wanita.
.
3) Penggeledahan terhadap tempat dan barang cii lingkungan
sekolah dilakukan di luar jam sekolah atau dikoordinasikan
dengan kepala sekolah sesuai tingkat kebutuhan.
b, Tindak.....
5.
17
Tindak pidana di luar profesi.
1) Dalam hal tindak pidana narkoba, terorisme dan korupsi polri
dapat melakukan penggeledehan dengan mengabaikan
perlindungan terhadap profesi guru.
2) Di luar tindak pidana narkoba, terorisme dan korupsi polri tetap
memperhatikan perlindungan hukum, perlindungan profesi, dan
keamanan kerja guru.
Penyitaan
Polri di dalam melakukan penyitaan terhadap barang bukti baik yang
berkaitan dengan profesi guru maupun tidak memperhatikan:
a Untuk kepentingan penyidikan, penyidik berwenang menyita barang
bukti; dan
b. Dalam hal barang bukti yang berkaitan dengan alat pembelajaran
tetap dilakukan penyitaan namun demikan dapat dipinjamkan
pakaikan oleh pihak sekolah sesuai prosedur hukum yang beilaku.
Penangkapan
Penangkapan terhadap guru yang melakukan tindak pidana
memperhatikan:
a. Tindak pidana yang berkaitan dengan profesi
1) Tidak dilakukan pada saat proses kegiatan pembelajaran.
2) Dilakukan dengan taktik dan teknik kepolisian yang tetap
m'emperhatikan perlindungan hukum, perlindungan profesi, dan
keamanan kerja guru.
b. Tindak pidana di luar profesi
1) Dalam hal tindak pidana narkoba, teroris, dan korupsi polri
dapat melakukan penangkapan dengan mengabaikan
perlindungan terhadap profesi guru.
2) Di luar tindak pidana narkoba, terorisme, dan korupsi polri tetap
memperhatikan perlindungan hukum, perlindungan profesi, dan
keamanan kerja guru pada saat di tempat froses kegiatan
pembelajaran.
6.
3) Di luar.....
7.
18
3) Di luar tempat proses pembelajaran, dapat langsung dilakukan
prosespenangkapansesuaitindakpidanayangdilakukan.
Penahanan
Penahanan terhadap guru yang melakukan tindak pidana memperha'iikan:
a. Tindak pidana yang berkaitan dengan profesi'
1) Penahanan dilakukan berdasarkan penilaian penyidik guna
melindungi keselamatan jiwanYa.
2' ) Dapat dilakukan penangguhan penahanan sesuai dengan prosedur berdasarkan penilaian penyidik'
3) Dapat dilakukan penahanan kota atau rumah sesuai dengan
prosedur berdasarkan penilaian penyidik'
b. Tindak pidana di luar Profesi'
Polri dapat melakukan penahanan dengan mengabaikan
perlindungan terhadap profesi guru sesuai dengan undang-undang
yang berlaku
Perlindungan Hukum Terhadap Peserta Didik
1. Dalam hal perlindungan hukum kepada peserta didik sebagi akibat tindak
pidana yang dilakukan oleh guru yang berkaitan dengan profesi,
memperhatikan dan mempedomani sebagaimana yang diatur dalam
Undang-Un,Jang No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan anak.
Z. perlindungan tersebut dikomunikasikan secara 'intensif antara peserta
didik, orJng tua/wali dengan pihak guru dan Polri guna menjaga
keseimbangln serangkaian kegiatan proses pembelajaran di lingkungan
sekolah.
Perlindungan Keamanan
1. Dalam hal tertentu Polri melalui kesatuan jajaran kewilayahan
memberikan perlindungan kepada guru yang sedang menjalani proses
hukum yang berkaitan dengan profesi disesuaikan dengan situasi dan
kondisi serta tingkat kebutuhan.
'i
B.
c.
2. Pemberian..,..
3
19
Pemberian perlindungan tersebut dapat diberikan kepada sekolal
berdasarkan permintaan kepada sekolah, guru dan atau penilaian dar
Polri (penyidik) dalam rangka menjaga kestabilan kegiatan proser
pembelajaran.
DKGI, LKBH dan atau guru dapat meminta perlindungan kepada Polr
terhadap guru yang sedang menjalani proses hukum yang ,berkaitar
dengan profesi disesuaikan dengan situasi dan kondisi sesuai tingka
kebutuhan
D. Sosialisasi Kebijakan
1. Mabes Polri dengan PGRI bersama
kepada pengurus PGRI propinsi dan
terkait.
sama melaksanakan sosialisas
Kepolisian Daerah serta unsut
4
Kepolisian Daerah dan PGRI provinsi melaksanakan sosialiasi kepada
pengurus PGRI kabupaten/kota dan Polres/taitabes, serta unsur terkait.
Polres/ta/tabes dan PGRI kabupaten/kota melaksanakan sosialisasi
kepada pengurus PGRI cabang/ranting dan Polsek/ta, serta unsur terkait.
Mabes Polri dengan PGRI dapat melaksanakan sosialisasi pada tingkatan
kabupaten/kota dan kecamatan sesuai kebutuhan.
Mabes Polri dengan PGRI melaksanakan seminar, lokakarya, workshop,
yang membahas masalah perlindungan hukum profesi guru.
Peserta sosialisasi terdiri dari anggota Polri, anggota PGRI, dan instansi
terkait
Tukar menukar'informasi
Polri dengan PGRI secara berjenjang saling tukar menukar informasi yang
berkaitan dengan perlindungan hukum, perlindungan profesi, dan keamanan
kerja guru.
Pendidikan dan pelatihan
Polri dengan PGRI bekerjasama dalam hal pendidikan dan pelatihan guna
meningkatkan sumber daya manusia dalam rangka perlindungan hukum,
perlindungan profesi, dan keamanan kerja guru.
E.
F.
BAB V .....
2A
BAB V
ADMINISTRASI DAN ANGGARAN
A. Administrasi
1. Administrasi yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas,
menggunakan administrasi di lingkungan institusi masing-masing
2. Administrasi penyelidikan dan penyidikan serta administrasi lainnya
menggunakan administrasi sesuai peraturan yang berlaku di lingkungin
Polri.
B. Dukungan Anggaran
1 Dukungan logistik dan anggaran dalam rangka sosialisasi pelaksanaan
perlindungan hukum, perlindungan profesi, dan keamanan kerja guru
dibebankan kepada pGRl sesuai tingkatannya.
2 Anggaran penyelidikan dan penyidikan menggunakan anggaran polri
sesuai kesatuan yang melakukan penyidikan.
BAB VI
PENUTUP
Peooman kerja ini dibuat sebagai petun;uk pelaksanaan dalam rangka
perlindungan hukum profesi, dan kearnanan-kerja profesi guru.
Apabila ada perubahan terhadap pedoman kerja ini, maka akan dirumuskap
kembali secara bersama oleh para pihak.
Pedoman kerja ini berlaku sejak tanggalditetapkan.
B
C
+
: Jakarta
:X| Oesernbef ZAp
IAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LRI BIDANG OPERASI
*
Ditetapkan di
Pada tanggal
B
UR JENDERAL POLISI
o, M.P.d